Jakarta (ANTARA News) - Perumusan tata kota di sejumlah kota besar termasuk Jakarta cenderung berorientasi pada para pengguna kendaraan bermotor, sehingga pembangunan lebih banyak diarahkan untuk ruas-ruas jalan dan mengabaikan fasilitas bagi pedestrian.

Hal itu disampaikan Planolog Universitas Trisakti sekaligus Koordinator Kemitraan Kota Hijau, Nirwono Joga, kepada ANTARA News di Jakarta, Jumat.

"Fasilitas pejalan kaki sudah lama terabaikan, termarjinalkan dan dianggap paling rendah dalam struktur transportasi kota yang lebih mementingkan kendaraan bermotor pribadi," kata Nirwono yang lebih akrab disapa Yudhi itu.

Kecenderungan pemerintah-pemerintah daerah, termasuk Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, yang lebih mementingkan kebutuhan pengguna kendaraan pribadi melahirkan kebijakan-kebijakan pembangunan fisik yang lebih berupa seperti pelebaran jalan, jalan layang nonton dan jalan tol layang.

Sementara fasilitas untuk pejalan kaki terabaikan begitu saja dalam kondisi tidak terpelihara.

"Sementara fasilitas bagi pejalan kaki yang tidak terpelihara dengan baik sehingga membahayakan bagi pejalan kaki," katanya.

Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, fasilitas pejalan kaki mencakup di antaranya jembatan penyeberangan orang, trotoar dan zebra cross.

"Akibat orientasi yang lebih mementingkan pengguna kendaraan pribadi, jembatan penyeberanfan orang, trotoar dan zebra cross kondisinya tidak terpelihara dengan baik, itu keadaan yang sudah lama berlangsung," pungkas Nirwono

Pewarta: Gilang Galiartha
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015