SRG dapat menjadi solusi persoalan pangan nasional,"
Jakarta (ANTARA News) - Pemerintah melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) Kementerian Perdagangan mengintensifkan pengembangan operasional Sistem Resi Gudang (SRG) sebagai salah satu solusi bagi persoalan pangan nasional.

"SRG dapat menjadi solusi persoalan pangan nasional," kata Kepala Bappebti Sutriono Edi, dalam siaran pers yang diterima, Kamis.

Sutriono mengatakan, SRG dapat mendorong stabilisasi harga dengan memberikan kepastian kualitas dan kuantitas komoditas barang yang disimpan, mendapatkan harga yang lebih baik atau menunda waktu penjualan.

Kemudian, mendapatkan pembiayaan bunga rendah dengan cara tepat yang lebih mudah, serta mendorong berusaha secara kelompok sehingga meningkatkan posisi tawar.

Sebagai salah satu terobosan dalam mendorong fungsi SRG sebagai penggerak pertumbuhan perekonomian, saat ini Bappebti melibatkan peran aktif akademisi dalam meningkatkan pemanfaatan SRG oleh masyarakat.

Bappebti telah menandatangani nota kesepahaman dengan Universitas Lampung. MoU ditandatangani oleh Sutriono Edi dan Rektor Universitas Lampung Hasriadi Mat Akin, di Auditorium Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

Melalui kerja sama tersebut, SRG menjadi bagian dari program-program akademik yang dimiliki oleh Universitas Lampung, seperti penyelenggaraan Kuliah Kerja Nyata (KKN) tematik, atau penelitian, pengembangan atau pengadian masyarakat.

Dengan kesepakatan tersebut, mahasiswa tingkat akhir maupun para dosen dapat membuat inovasi baru sekaligus menjadi motor penggerak pengembangan SRG.

"MoU ini membuktikan komitmen pemerintah dan kalangan akademisi dalam percepatan implementasi SRG untuk memberikan solusi masalah pangan nasional dan meningkatkan kesejahteraan petani serta pelaku usaha kecil dan menengah," lanjut Sutriono.

Sutriono menjelaskan, SRG merupakan salah satu instrumen yang dapat dimanfaatkan para petani, kelompok tani, Gapoktan, koperasi tani, maupun pelaku usaha baik pedagang, prosesor dan pabrikan sebagai suatu instrumen tunda jual dan pembiayaan perdagangan karena dapat menyediakan akses kredit bagi dunia usaha dengan jaminan barang atau komoditas yang disimpan di gudang.

Secara kumulatif sampai 17 November 2015, jumlah resi gudang yang telah diterbitkan sebanyak 2.125 resi dengan total volume komoditas sebanyak 80.254,67 ton yang terbagi dari 68.077,96 ton gabah, 6.499,22 ton beras, 5.101,07 ton jagung, 153,27 ton kopi, 420 ton rumput laut, dan 3,14 ton kakao atau dengan total nilai Rp422,19 miliar.

Sementara itu, sejak diluncurkan pada 2008, penerbitan resi gudang telah dilakukan di 16 provinsi, meliputi Aceh, Sumatera Barat, Sumatera Utara, Lampung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, Bengkulu, Bali, dan Sulawesi Tenggara.

Khusus untuk Provinsi Lampung memiliki potensi sumber daya alam yang sangat beraneka ragam, prospektif, dan dapat diandalkan. Dari 10 komoditas Sistem Resi Gudang, Lampung merupakan sentra produksi untuk Gabah, Beras, Jagung, Kakao, Kopi, dan Lada.

Berdasarkan data statistik, produksi Gabah Kering di Lampung pada tahun 2013 adalah 3,21 juta ton sedangkan produksi jagung 1,76 juta ton.

Dengan potensi sumber daya alam tersebut, Bappebti Kemendag telah membangun sebanyak tujuh gudang di Provinsi Lampung. Dua gudang berlokasi di Lampung Selatan dan masing-masing satu gudang di Pesisir Barat, di Lampung Tengah, di Lampung Timur, di Tanggamus dan di Tulang Bawang.

Ketujuh gudang ini masing-masing berkapasitas 1.500 ton gabah, beras, dan jagung.

Pewarta: Vicki Febrianto
Editor: Ruslan Burhani
Copyright © ANTARA 2015