Pemerintah harus jeli melihat kondisi ini, dan berusaha melakukan langkah antisipasi agar kinerja ekspor Sulut tidak terkena dampak pelemahan rupiah."
Manado (ANTARA News) - Pengamat ekonomi Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado, Sulawesi Utara Dr Joubert Maramis mengatakan pemerintah harus mendorong ekspor ke Timur Tengah yang tidak mendapat dampak penguatan dolar Amerika Serikat.

"Melihat sebagian besar pelemahan mata uang asing di dunia terhadap dolar AS, maka pemerintah harus mencari jalan keluar tujuan baru ekspor Sulut," kata Joubert di Manado, Senin.

Joubert mengatakan negara-negara di Timur Tengah sangat potensial untuk menjadi tujuan ekspor Sulut, karena belum terkena imbas pengauatan dolar AS.

"Apalagi, ada beberapa negara di Timur Tengah yang sudah menjadi tujuan ekspor Sulut selama ini," jelasnya.

Pelemahan rupiah saat ini, katanya, memang sedikit mempengaruhi kinerja ekspor secara nasional apalagi ke Tiongkok yang menjadi tujuan ekspor terbesar Indonesia juga Sulut.

"Pemerintah harus jeli melihat kondisi ini, dan berusaha melakukan langkah antisipasi agar kinerja ekspor Sulut tidak terkena dampak pelemahan rupiah," jelasnya.

"Kurs rupiah yang mencapai Rp14.000 per dolar AS, sudah bahaya bagi perekonomian Indonesia karena perekonomian internasional, kita defisit pada transkasi barang dan modal," kata Joubert.

Kalau demikian, katanya, maka akan picu inflasi yang tinggi. Sebab Indonesia mengimpor banyak bahan baku maupun barang jadi dari luar negeri baik barang konsumsi maupun modal.

"Coba lihat kasus daging sapi, pengusaha importir akan berpikir rasional untuk menahan daging sapi atau menaikan harga daging sapi karena kurs tidak stabil," jelasnya.

Mereka takut jual karena beli kembali pasti lebih mahal karena kurs kita melemah. Kemudian efek dari harga tinggi daging sapi adalah naiknya daging subtitusi seperti ayam dan bahkan ikan.

Komoditas ekspor Sulut yang paling banyak saat ini yakni ptoduk turunan kelapa, pala dan perikanan.

Pewarta: Nancy Lynda Tigauw
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2015