Jakarta (ANTARA News) - Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Widyo Pramono menyatakan kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial di Sumatera Utara ada kemungkinan dilimpahkan ke KPK.

"Ya nanti kita bicarakan dulu, tunggu dulu hasil pembicaraannya," kata Widyo begitu tiba di gedung KPK Jakarta, Rabu.

Kasus dugaan korupsi dana bantuan sosial Pemerintah Provinsi Sumatera Utara tahun 2012, 2013 dan 2014 saat ini ditangani Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara yang baru dalam tahap menyelidiki kasus ini dan memanggil Kepala Biro Keuangan Pemerintah Provinsi Sumut Ahmad Fuad Lubis.

Fuad kemudian menggunakan jasa kantor pengacara OC Kaligis untuk mengajukan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Medan atas perintah Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho.

"Agenda (pertemuan dengan KPK) hari ini mengenai soal membicarakan suatu hal yang penting untuk dibicarakan bersama," tambah Widyo singkat.

KPK sudah menetapkan Gatot Pujo Nugroho dan istrinya Evi Susanti sebagai tersangka pemberi suap kepada hakim PTUN Medan. Keduanya kemudian mengajukan praperadilan.

"Salah satu yang akan kami bawa di praperadilan adalah tentang pasal 117 KUHAP bahwa seseorang yang diperiksa sebagai saksi tidak dalam keadaan tertekan, tidak dalam keadaan terpaksa, ini lebih dari delapan jam itu sudah terpaksa," kata pengacara Gatot dan Evi, Razman Arief Nasution, hari ini di gedung KPK Jakarta.

Namun Razman belum mengatakan kapan gugatan praperadilan didaftarkan. "Tentu secepatnya, karena saya tahu KPK selalu memburu untuk membawa ke penuntutan," tambah Razman.

Razman menjelaskan bahwa baik Gatot maupun Evi ada di Jakarta.

"Pak Gatot kemarin malam beliau masih membuka MTQ di kisaran Sumut, Insya Allah mudah-mudahan beliau menjalankan tugas hari ini kemungknan besar ada di Jakarta. Bu Evi barusan ketemu saya," jelas Razman.

Gatot dan Evi disangkakan pasal 6 ayat 1 huruf a dan pasal 5 ayat 1 huruf a atau huruf b dan atau pasal 13 UU No 31 tahun 1999 sebagaimana diubah UU 20 tahun 2001 jo pasal 64 ayat 1 jo pasal 55 ayat 1 KUHPidana.

KPK sebelumnya sudah menetapkan enam orang tersangka dalam kasus ini yaitu penerima suap Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro (TIP), anggota majelis hakim Amir Fauzi (AF) dan Dermawan Ginting (DG) serta panitera/Sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan (SY), sedangkan tersangka pemberi suap adalah pengacara senior OC Kaligis dan anak buahnya M Yagari Bhastara Guntur (MYB) alias Gerry.

Perkara ini dimulai ketika Kepala Biro Keuangan Pemerintah Provinsi Sumut Ahmad Fuad Lubis dipanggil oleh Kejaksaan Tinggi dan juga Kejaksaan Agung terkait perkara korupsi dana bantuan sosial provinsi Sumatera Utara tahun 2012-2014.

Atas pemanggilan berdasarkan surat perintah penyelidikan (sprinlidik) yang dikeluarkan dua lembaga penegak hukum tersebut, Fuad menyewa jasa kantor pengacara OC Kaligis untuk mengajukan gugatan ke PTUN Medan.

Dalam putusannya pada 7 Juli 2015, majelis hakim yang terdiri dari ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro dan anggota Amir Fauzi serta Dermawan Ginting memutuskan untuk mengabulkan gugatan Fuad.

Namun pada 9 Juli 2015, KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) di PTUN Medan terhadap Tripeni dan anak buah OC Kaligis bernama Moch Yagari Bhastara Guntur alias Gerry dan mendapati uang 5 ribu dolar AS di kantor Tripeni. Belakangan KPK juga menangkap dua hakim anggota bersama panitera/sekretaris PTUN Medan Syamsir Yusfan.

Selanjutnya diketahui uang tersebut bukan pemberian pertama karena Gerry sudah memberikan uang 10 ribu dolar AS dan 5.000 dolar Singapura.

Uang tersebut menurut pernyataan pengacara yang juga paman Gerry, Haeruddin Massaro, berasal dari Kaligis yang diberikan ke Dermawan Ginting pada 5 Juli 2015.

Pewarta: Desca Lidya Natalia
Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2015