Jakarta (ANTARA News) - Ketua Real Estat Indonesia, Eddy Hussy, mengatakan, kebijakan baru terkait kepemilikan properti untuk asing di wilayah Republik Indonesia masih sebatas wacana dan masih dalam tahap penggodokan oleh pemerintah.

"Memang ada wacana pemerintah untuk merevisi aturan yang lama (Peraturan Pemerintah No 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal atau Hunian oleh Orang Asing yang Berkedudukan di Indonesia," kata Hussy, dalam paparan properti Jones Lang LaSalle di Jakarta, Rabu.

Menurut dia, ketentuan yang baru masih digodok sehingga masih belum diketahui seperti apa ambang batas harga properti untuk asing dan sebagainya.

Untuk itu, ujar dia, REI menginginkan berbagai pihak untuk bersabar sebentar menunggu hasil penggodokan tersebut.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif Indonesia Property Watch, Ali Tranghanda, mengatakan, diperlukan regulasi zonasi atau pembatasan area terkait rencana pemerintahan Presiden Joko Widodo yang bakal membuka kepemilikan properti untuk pihak asing.

"Perlu regulasi pembatasan berdasarkan zonasi untuk kota-kota besar atau tujuan wisata, semisal Jakarta dan Bali," kata Tranghanda.

Menurut dia, saat ini untuk menggairahkan properti asing perlu ada penyelarasan dengan kebijakan fiskal dan regulasi agar hak pakai properti asing berjalan efektif di pasar.

Ia berpendapat bahwa harga properti di Indonesia jauh lebih murah dibandingkan dengan harga properti di kelas yang setara di luar negeri.

"Patut jika harga properti bagi pembeli asing lebih mahal dari pembeli domestik," katanya. 

"Kalau tiket memasuki warisan dunia situs Angkor Wat di Siem Reap, Kamboja, atau Universal Studio di Singapura, tarif pelancong internasional lebih mahal dari pelancong domestik, mengapa tidak untuk harga properti dan tarif pajak properti yang dibeli orang asing penduduk Indonesia," tuturnya.

Ali menyatakan bahwa sudah takdir Indonesia menjadi negara yang strategis dan terbuka jalur perdagangan dunia sehingga sejak dulu kala telah menjadi destinasi orang asing.

Namun dia juga mengemukakan, selagi Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) berlaku, maka tidak usah dirisaukan perihal pemilikan properti asing.

"UUPA berasaskan nasionalitas yang kental, namun membolehkan orang asing dan badan hukum asing pemegang hak tanah. Katup yang strategis bagi pemilikan properti oleh orang asing. Soalnya, bagaimana kualitas pemberian hak dan hubungan hukumnya dengan tanah," ucapnya.

Mengacu Pasal 42 UUPA, Hak Pakai dapat diberikan kepada empat kelompok yakni warga negara Indonesia (WNI), orang-orang asing yang berkedudukan di Indonesia, badan hukum yang didirikan menurut hukum Indonesia dan berkedudukan di Indonesia, badan hukum asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia.

Pewarta: Muhammad Rahman
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2015