Yogyakarta (ANTARA News) - Museum Sandi Yogyakarta di Jalan Faridan M Noto, Kotabaru, Kota Yogyakarta merupakan satu-satuanya di dunia museum yang mengoleksi benda-benda dan peralatan untuk mengirimkan pesan-pesan rahasia.

"Museum Sandi di Indonesia hanya ada satu di Yogyakarta ini, bahkan di seluruh dunia mungkin hanya ada satu di Yogyakarta ini," kata pengurus Museum Sandi Yogyakarta, Irawan Haris Wibawa, Sabtu.

Menurut dia, Museum Sandi Yogyakarta ini banyak mengoleksi sejarah persandian di Indonesia sejak zaman perang kemerdekaan.

"Koleksi tersebut di antaranya buku kode sandi, telegraf hingga berbagai jenis mesin sandi baik buatan dalam maupun luar negeri sejak 1946 hingga sekitar 1950-an," katanya.

Ia mengatakan, mesin sandi yang merupakan karya bangsa Indonesia adalah SR 64, yang pada masanya dulu sempat digunakan untuk melakukan pengiriman pesan rahasia negara.

"Mesin sandi SR 64 ini juga pernah digunakan dalam konferensi Nonblok di Kota Algeri, Aljazair pada 1965," katanya.

Irawan mengatakan, pada masa perjuangan kemerdekaan, mesin-mesin sandi ini memiliki peran sangat penting untuk mengirimkan sinyal atau pesan penyerangan ke sarang musuh tanpa terdeteksi.

"Dengan bantuan mesin-mesin sandi tersebut, pejuang kemerdekaan Indonesia berhasil merebut daerah-daerah yang dikuasai penjajah," katanya.

Ia mengatakan, mesin-mesin sandi tersebut saat ini sengaja dihadirkan dalam Museum Sandi Yogyakarta agar dapat dilihat oleh masyarakat luas sebagai bentuk pendidikan mengenai sejarah persandian Indonesia.

"Selai masyarakat lokal dalam negeri, sering pula wisatawan manca negara yang datang berkunjung untuk mengenal sejarah persandian Indonesia," katanya.

Museum Sandi Yogyakarta ini, kata dia, dapat berdiri berkat kerjasama antara Lembaga Sandi Negara dengan Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata untuk melestarikan nilai sejarah persandian sebagai bagian integral perjuangan kemerdekaan Indonesia.

"Bangunan Museum Sandi ini dulunya merupakan bangunan Kantor Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah DIY," katanya.

Pewarta: Victorianus Sat Pranyoto
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2015