Amsterdam (ANTARA News) - Polisi anti-Islam Geert Wilders akan dituntut di Belanda atas dugaan diskriminasi dan menebar kebencian terhadap warga keturunan Maroko selama kampanye Pemilu Maret lalu, kata para penuntut seperti dikutip Reuters.

Dakwaan ini disampaikan berdasarkan sebuah insiden di Den Haag ketika Wilders memimpin kampanye anti-Maroko di sebuah kafe yang disiarkan secara nasional dan memunculkan 6.400 keluhan kepada polisi.

Saat itu Wilders meminta para pendukungnya apakah mereka ingin menambah atau mengurangi warga keturunan Maroko di kota mereka itu.  Itu kemudian memicu teriakan, "Kurangi! Kurangi! Kurangi!."  Wilders lalu merespons, "Kami akan mempertimbangkan hal itu."

Dalam sebuah wawancara televisi berikutnya, dia kemudian menerangkan bahwa yang dimaksudnya adalah "orang Maroko (yang menjadi) sampah".

Pernyataan penuntut menyebutkan bahwa Wilders yang partainya Partai untuk Kebebasan (PVV) memuncaki jajak pendapat di Belanda, akan menghadapi dakwaan menghina kelompok khusus masyarakat berdasarkan ras dan menebar diskriminasi dan kebencian.

Menurut jaksa, para politisi boleh-boleh saja mengungkapkan komentarnya berdasarkan hak bebas berbicara, namun kebebasan itu dibatasi oleh larangan diskriminasi.

Wilders sendiri berkilah dia membicarakan kebenaran.

"Saya mengatakan apa yang dipikirkan dan diyakini jutaan orang," kata dia dalam satu pernyataan. "Jaksa mestinya memburu kaum militan ketimbang saya. PVV adalah partai terbesar di jajak pendapat dan elite rupanya tidak menyukai itu."

Sebelumnya para jaksa enggan mengajukan tuntutan setelah kalah pada pengadilan serupa melawan Wilders pada 2007.

Para pakar hukum menyatakan para pengacara kali ini memiliki alasan kuat karena dia secara khusus menyebut warga keturunan Maroko, bukan lagi agama Islam.

Wilders, yang pandangan anti-Islamnya membuat dia menjadi sasaran ancaman pembunuhan dan dijaga 24 jam oleh polisi, menolak menjawab ketika digelandang polisi untuk membicarkan insiden belum lama bulan ini.

Dia menduga jaksa akan mengurungkan dakwaannya.  Tapi kasus ini sendiri belum jelas benar kapan akan disidangkan, demikian Reuters.




Editor: Jafar M Sidik
Copyright © ANTARA 2014